Sunday, 13 September 2015

#VisitJateng : Mari Singgah ke Jawa Tengah

Malam yang pekat masih membungkus tidur saya kali itu. Kendaraan yang dipacu bapak sopir sudah memasuki daerah minim penerangan dan pohon-pohon besar berderet menjadi barikade yang mengiring mobil ini melaju. Ketika saya buka peta digital pada handphone, titik biru menandakan keberadaan saya tinggal satu jam lagi menuju Purwokerto. Ah, sebentar lagi tiba ....

21 Agustus 2015 saya berkesempatan untuk singgah kembali ke Jawa Tengah, kali ini dengan undangan kehormatan karena saya akan jalan-jalan dengan teman-teman baru dari Asosiasi Pelaku Parisiwata Indonesia (ASPPI) Jawa Tengah, Dinas Budaya dan Pariwisata Jawa Tengah, dan yang paling spesial .... para pemenang Lomba Utama Blog Visit Jawa Tengah 2015. Ya, haha alhamdulillah tulisan saya tentang Karimun Jawa kemarin dinobatkan menjadi Juara Ke-3 dalam lomba tersebut. Yaay! Awalnya saya agak ragu untuk ikut trip ini mengingat rangkaian acara dimulai di hari kerja dan saya belum punya hak untuk cuti. Hiks. Tapi akhirnya saya berangkat juga :D

Sepulang kerja di hari Jumat sore, saya langsung dijemput mobil travel menuju Purwokerto. Pukul 02.30 dini hari keesokan harinya, saya dijemput oleh Mbak Ratri dan Pak Pranoto di pelataran Stasiun Purwokerto. Kantuk saya sirna segera setelah Pak Pranoto yang menyetir mobil dan Mbak Ratri yang duduk di samping kemudi mengajak saya mengobrol, tidak lupa mengantar saya menyusuri jalanan utama di Purwokerto yang tadi malam digunakan sebagai jalur Parade Seni Jawa Tengah 2015. Sayang sekali saya tidak bisa ikut bergabung menyaksikan parade besar dalam rangka Puncak Acara hari jadi Provinsi Jawa Tengah ke-65 tadi malam. Namun saya masih bisa merasakan sisa-sisa kemeriahan parade seni tersebut hanya dengan melihat spanduk-spanduk yang masih terbentang dan panggung utama yang masih berdiri megah. Setelah jalan malam singkat, kami pun beranjak ke hotel untuk istirahat dan siap berpetualang di Banyumas keesokan hari.

Sabtu pagi, saya sudah penuh berenergi! Rasanya tidak sabar dan semangat sekali untuk mulai menjelajah kesana kemari. Nah, setelah sebelumnya baru bertemu Pakde Pranoto dan Mbak Ratri, pagi ini saya bertemu dengan Mas Ari dan keluarganya, Mbak Nenny dan Dedek Bara, serta Mas Rifqy. Mereka adalah rekan-rekan blogger juara pertama dan juara kedua Lomba Utama Blog Visit Jawa Tengah 2015. Mau kemana kita? Hmmm.... Yuk simak cerita perjalanan kami berikut ini :)



Udara dingin menyergap seisi mobil begitu jendela mobil dibuka. "Ndak perlu pakai AC ya .." ujar Pak Pranoto, serempaklah kami mengiyakan :) Mata serasa dimanjakan seketika oleh barisan pohon dan tumbuhan-tumbuhan hijau yang rapat berdiri di samping jalan. Angin pagi hari membawa bau tanah yang baru terbasahi embun seolah mengudara menuju indra penciuman kami. Ah, rasanya segar sekali dimanjakan oleh pemandangan hijau dan udara sejuk setelah seminggu penuh berkutat dengan pekerjaan dan hiruk pikuk ibukota.

Inilah Baturraden, sebuah daerah yang terletak di Banyumas, tepatnya di kaki Gunung Slamet, Jawa Tengah. Dengan ketinggian 640 meter di atas permukaan laut, tentu saja udara segar pegunungan menjadi teman sejati disini. Lokawisata Baturraden terbentang luas dan menjadi pilihan destinasi wisata favorit masyarakat sekitar Jawa Tengah. Memasuki Lokawisata Baturraden, teman-teman akan disambut dengan patung sepasang manusia dengan pakaian adat khas Jawa Tengah. Berdasarkan cerita yang saya dengar, Baturraden ini berasal dari kata Batur yang berarti abdi dan Raden yang berarti bangsawan. Cerita rakyat yang menjadi asal usul keberadaan Baturraden adalah kisah cinta antara seorang putri adipati yang merupakan golongan bangsawan dan abdi atau bawahannya.

Patung Batur dan Raden menyambut para pengunjung


 • Air yang berasal dari mata air kaki Gunung Slamet

Pada dasarnya, lokawisata Baturraden menyajikan lanskap alam di kaki gunung sebagai obyek utamanya. Teman-teman bisa menikmati pemandangan sungai dengan air yang sangat jernih bergemericik mengalir dari kaki gunung, kemudian ada juga air terjun dengan debit air kecil yang sering dijadikan background  untuk berfoto di kawasan ini. Namun demikian, pengelola juga tidak lupa menambahkan wahana yang lebih modern seperti wahana teater 4D (lengkap dengan badan pesawat sebagai ruang teaternya), perahu dayung, kolam renang, dan lainnya. Jangan takut untuk kesulitan mendapatkan penginapan ya, karena di sekitar sini banyaaaaak sekali hotel dan homestay dengan ragam harga dan fasilitas sesuai dengan yang teman-teman inginkan.

• Melompat dari puncak air terjun

Puas bermain di Lokawisata Baturraden, kami beranjak ke obyek wisata selanjutnya yang letaknya tidak jauh dari obyek wisata pertama. Sepanjang jalan, kami disuguhi pemandangan luas berwarna hijau. Ah, kalau saja udara seperti ini bisa saya masukkan kemasan dan saya jadikan pewangi ruangan haha. Mata saya sempat tertuju pada sebuah peternakan sapi yang tak jauh dari situ. Ternyata alam dimanfaatkan secara terintegrasi disini :) Tidak sampai satu jam, kami pun tiba di  Baturraden Adventure Forest. Yohoo!

 • Selamat datang di BAF

Baturraden Adventure Forest atau yang lebih sering disebut dengan BAF adalah kawasan wisata alam dengan luas mencapai 50 ha. Disini selain bisa menikmati pemandangan alam, teman-teman juga bisa memacu adrenalin dengan mengikuti aktivitas outbound seperti TreeTek Adventure, Rapelling, Trampoline Jumping, serta Canyoning. Disini juga bisa dijadikan tempat gathering perusahaan, sekolah, dan lainnya loh karena tersedia juga fasilitas berupa camping ground, barrack, lengkap dengan kantin dan toilet. Saya pribadi kemarin mencoba toilet di BAF ini, unpredictably, ternyata toiletnya bersih dan keren gitu karena memadukan konsep alam dan modern sekaligus. 

Kami diantar oleh seorang mas guide (yang sayangnya saya lupa siapa namanya :( ) berkeliling ke area BAF. Mas guide bercerita bahwa di area BAF terdapat sebuah bendungan yang telah ada sejak dulu kala. Konon bendungan ini adalah bendungan batu yang dibangun langsung oleh tangan manusia tanpa mesin dan dulunya digunakan sebagai tempat Pangeran Diponegoro bertapa.

  • Mas Guide yang saya lupa namanya :p

• Sungai yang tepinya adalah bendungan kuno

• Mas Ari, Mbak Nenny, dan Dek Bara (yang tersembunyi) berfoto di pinggir sungai

  • Bangku kayu yang digunakan untuk berkumpul atau sekadar mengopi

Selesai berjalan-jalan di BAF, kami memilih untuk langsung melanjutkan perjalanan menuju destinasi wisata selanjutnya. Dari semua destinasi yang sudah kami  kunjungi, destinasi yang berikutnya ini mencuri perhatian saya seutuhnya. Ya, kami pergi ke salah satu obyek wisata yang tidak kalah menarik yang masih berada di kawasan Baturraden. Pancuran Pitu namanya. Pancuran Pitu atau Mata Air Tujuh adalah obyek wisata yang menyajikan wisata mata air panas di kaki Gunung Slamet. Setelah berjalan di area lokawisata dan berputar-putar di BAF, pegal juga ya rasanya kaki ini, huft. Sepanjang perjalanan, kami ditemani oleh Pakde Pranoto yang bertutur tentang aduhainya pijatan belerang di Pancuran Pitu. 

Sesampainya di Gerbang Pancuran Pitu, kami disambut oleh deretan pohon pinus yang menjulang seolah merajai kawasan. Mbak Ratri yang berjalan di samping saya berkata bahwa untuk mencapai mata air, kami harus menuruni anak tangga yang jumlahnya mungkin lebih dari 100 buah. Buat saya sih mudah saja karena saya merasa badan saya masih fit dan kuat, yang susah ya pas pulangnya nanti karena harus menanjak haha :p 

 • Gerbang Selamat datang di Pancuran Pitu - Baturraden

  • Deretan Hutan Pinus

Ternyata benar kata Mbak Ratri, perjalanan menuju mata air terasa bak perjuangan karena menuruni ratusan anak tangga ternyata tidak kalah melelahkan dibandingkan dengan menaikinya. Saat kami tiba, kami disambut dengan pemandangan 7 lubang mata air yang dari dalamnya mengalir deras air panas. Uap panas mengepul dari aliran air yang turun melalui tepi tepi tembok. Mata air ini ukurannya tidak terlalu besar, tapi letaknya yang terbuka dan warna oranye akibat dari penimbunan belerang kontras membuat obyek ini begitu mencuri perhatian. Di sekitar mata air berada terdapat beberapa bapak dan ibu aktif menawari kami untuk pijat dan rendam kaki menggunakan air panas dan lumpur belerang. Konon pijat ala Pancuran Pitu ini dapat  membuat otot-otot menjadi rileks plus membuat kulit lebih sehat. Bagi teman-teman yang tidak mau pijat, bisa membeli serbuk belerang untuk digunakan di rumah nantinya, harganya cukup terjangkau loh! Dengan Rp 10.000,- kita sudah bisa mendapat 4 bungkus serbuk belerang yang siap untuk dijadikan masker.

  • Pancuran Pitu atau Mata Air Tujuh

  • Pakde Pranoto menikmati pijat refleksi di tepi pancuran

Rencana awal saya begitu sampai di pancuran adalah menikmati pijat refleksi mengikuti saran Pakde Pranoto. Hmmm tapi pemandangan air panas yang mengalir ke tebing besar di tepi pancuran ternyata lebih mencuri perhatian saya. Akhirnya saya, Mas Ari, Mbak Nenny, dan Mbak Ratri memilih untuk eksplor kemana air ini mengalir. Ternyata, air mengalir ke tebing besar yang dapat kita turuni lewat tangga buatan. Di bagian paling bawah tebing, kami mendapati aliran air menetes bak hujan deras... Beberapa orang malah memanfaatkan kucuran 'hujan' air panas itu untuk mengguyur dirinya. Sepertinya menyegarkan, tapi saya ndak ikutan berguyur lah karena disitu laki-laki semua haha pun saya juga tidak bawa baju ganti. Tapi menjadi pemirsa saja sudah cukup menghibur ternyata :D

 • Air panas mengalir melalui tebing ini

Perjalanan kembali ke atas saya lalui dengan nafas yang tersengal-sengal. Wah ternyata kondisi fisik sekarang sudah menurun haha. Sesekali saya melihat ke belakang, saling men gingatkan dengan mbak Ratri, mbak Nenny, dan Mas Ari supaya menjejakkan kakinya di tempat yang aman. Maklum, lokasinya yang licin dan tepian tebing yang terjal membuat kita mesti ekstra perhatian saat melangkahkan kaki. Bersyukurlah kami karena begitu sampai di titik semula, semua selamat tanpa ada yang terluka. Yang menjadi juara 'trekking' ala ala ini tentu saja Mas Ari karena dia menggendong Dek Bara sejak saat turun mobil, turun tangga, sampai kami kembali lagi ke mobil. Hahaha ndak apa apa ya mas, hitung-hitung fitness gratis!

Tak terasa, matahari sudah bergerak tepat di atas tempurung kepala. Walaupun tidak terik, terangnya menandakan kami harus segera beranjak lagi karena masih banyak tempat yang akan kami kunjungi hari ini. Dari Pancuran Pitu kami bergerak menuju Purbalingga dengan menyempatkan dulu makan siang dan sembahyang Dzuhur di Restoran Alas Daun Purwokerto. Saya sempat bercakap-cakap dengan pemilik restoran karena kebetulan di Bandung juga terdapat restoran dengan nama yang sama. Ternyata, ibu pemiliknya orang Bandung loh ahaha. Wah saya serasa ngobrol dengan saudara yang hilang. Sambutan yang hangat dari ibu pemilik restoran membuat makan kami lebih akrab dan tidak bersekat. Sungguh santap siang yahud karena 1) makanannya enak; 2) suasananya asyik!

  • Menu santap siang di Alas Daun Purwokerto. Yummm

Nah selanjutnya masih banyak tempat seru yang kami kunjungi... kemana lagi nih tempat wisata pilihan selanjutnya? Penasaran? Tetep simak ya cerita perjalanan saya bersama kawan-kawan Blogger di Jawa Tengah selanjutnya!

Salam,


Reaca Raksa